Halo, sobat Serbakuis. Sudah lama rasanya tidak ngeposting tentang review buku. Nah, di awal Februari kemarin, saya mendapatkan sebuah novel bergenre teenlit dari penulisnya. Judulnya The Boy I knew From Youtube.
Awal kemunculan kabar akan terbit, saya sangat tertarik sekali. Apalagi novel tersebut mengangkat tema tentang bodyshamming. Seperti yang kita tahu, akhir-akhir ini kasus bodyshamming itu menjamur sekali, sampai pada bullying hingga pelecehan seksual. Semua terjadi begitu cepat. Banyak orang yang menjadi korban atas tindakan tersebut. Efeknya memang sangat luar biasa bikin orang jadi semakin insecure, hilang percaya diri, lebih fatalnya lagi bisa sampai melakukan bunuh diri.
Di novel ini menceritakan tentang Rai, remaja kelas 10 SMA yang menjadi insecure, khawatir, dan tidak percaya diri karena ukuran dadanya. Memasuki usia remaja yang mengalami pubertas kan memang banyak perubahan pada fisik.
Rai memiliki passion menyanyi, tapi karena perubahan fisiknya itu membuatnya kerap ketakutan, menjadi insecure dan lebih memilih untuk menyalurkan hobi menyanyinya di channel YouTubenya. Dia tidak berani mengungkapkan identitas dirinya, dia memakai nama sebagai peri bisu. Ternyata, dia memiliki teman yang bernama Pie Susu. Pie susu ini teman virtualnya yang menginspirasi Rai untuk membuat channel YouTube. Dan ternyata, Rai dan Pri (pemilik channel Pie Susu) satu sekolah. Pri merupakan kakak kelas Rai.
Urusan bodyshamming di novel ini porsinya memang lebih banyak. Dan membantu membuka pikiran kita, bahwa bodyshamming itu tindakan yang kejam. Tindakan yang perlu dicegah dan dikendalikan. Saya suka sekali bagaimana penulis menceritakannya. Melalui bahasa yang mudah dipahami. Novel ini diceritakan melalui sudut pandang orang ketiga, dan porsi Rai memang lebih banyak. Dibandingkan dengan novel-novel kak Suarcani sebelumnya, unsur romance di novel ini lebih sedikit.
Poin penting yang aku dapat adalah ketika Rai harus berjuang melawan ketakutan dan bangkit untuk mengasah kemampuannya dalam bernyanyi. Nggak mudah loh jadi korban bodyshamming untuk bangkit. Tapi beruntung Rai punya sahabat yang baik dan tulus, meski hanya satu orang. Satu orang sahabat yang tulus lebih berarti si menurutku daripada banyak teman tapi bermuka dua. Pasti skincarenya double tuh. Haha.
“Seseorang emang harus ngomong soal ini sih, Rai. Meski pun hanya lewat selebaran. Bullying itu akan terus terjadi kalau semua orang memilih diam…” Halaman 135.
Sekian dulu review buku ini yaa! Sampai jumpa di review selanjutnya!
Bukunya menarik untuk dibaca..:D
apakah buku itu, fleksibel dibaca untuk orang seumuran saya??